Pengertian Jihad dan Tingkatan Jihad

Jihad dalam arti yang luas berdasarkan syariat Islam adalah berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan Ajaran agama Allah SWT dan sunnah Rasulullah SWT. Jihad dilaksanakan dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran.

Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, menyucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi dengan damai dan saling mengasihi.

Dalam berjihad Islam melarang pemaksaan dan kekerasan, termasuk membunuh warga sipil yang tidak ikut berperang, seperti wanita, anak-anak, hingga manula.

Dalam syariat Islam, jihad itu sendiri ada empat tingkatan yang harus dilakukan secara berurutan. Tingkatan kedua tidak boleh dilakukan sebelum tingkatan pertama dilakukan dan seterusnya. Adapun keempat tingkatan jihad tersebut adalah:

Jihad PERTAMA : MELAWAN HAWA NAFSU
Jihad yang pertama ini wajib dilakukan oleh setiap Muslim, sebagaimana Firman Allah:

 Artinya : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabuut [29] ayat 69)

Ibnu Athiyyah menjelaskan bahwa ayat ini turun di Makkah. Jadi ayat ini diturunkan sebelum turunya perintah melawan orang kafir yang memerangi umat Islam. Oleh sebab itu, ayat ini mengandung pengecualian bahwa untuk berjihad dalam bentuk berperang membela agama Allah dan menuntut kesuciannya, orang harus lebih dahulu berperang terhadap dirinya sendiri, yaitu melawan hawa nafsunya untuk berbakti kepada Allah.

Jihad (berperang) terhadap diri sendiri itu terdiri dari empat (4) tingkatan. Pertama, rajin mempelajari agama yang benar berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kedua, berusaha sekuat tenaga menjalankan kebenaran yang sudah dipelajarinya. Ketiga, mendakwahkan kebenaran kepada orang yang belum mengetahuinya. Dan keempat, dalam mendakwahkan kebenaran itu harus mampu menahan berbagai penderitaan dan harus berani menghadapi tantangan yang dilakukan oleh orang yang tidak mau menerima kebenaran itu.

Jihad KEDUA : MELAWAN SETAN

Allah berfirman:
Artinya : “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir [35] ayat 6)

Secara bahasa, setan dalam bahasa Ibrani “ha-satan”, berarti “sang penentang”, sedangkan dalam bahasa Arab “syaithan” berarti “sesat atau jauh”.

Semua makhluk Allah yang tidak shalih, yang menggoda dan mengajak kepada kemaksiatan, dinamai setan, baik dari jenis jin maupun manusia.

Pada ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa setan adalah musuh umat Islam dan Allah memerintahkan agar umat Islam memusuhinya, maka wajiblah umat Islam memeranginya.

Jihad melawan setan itu ada dua tingkatan: pertama, memerangi segala tipu muslihat yang menimbulkan keragu-raguan dalam kepercayaan (iman). Kedua, memerangi segala godaan yang mendorong manusia melanggar ketentuan Allah.

Jihad KE TIGA : MELAWAN KEZHALIMAN, KEJAHATAN DAN BID’AH

Jihad tingkatan ketiga ini lebih ditekankan kepada intern umat Islam. Dalam sebuah hadits disebutkan:

Artinya : “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).\

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim disebutkan bahwa apabila seorang Muslim melihat seseorang mengatakan dan mengerjakan yang tidak diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, maka dia wajib berjihad dengan tangannya, jika tidak mampu dia wajib berjihad dengan lisannya, jika tidak mampu dia wajib berjihad dengan hatinya. Orang yang berjihad dengan hati ini adalah termasuk orang yang beriman. Jika dengan hatinya dia tidak mampu, maka sama saja dia tidak memiliki iman sama sekali.

IV. Jihad KE EMPAT : MELAWAN terhadap orang kafir

Jihad terhadap orang kafir ini wajib dikerjakan setelah umat Islam mengerjakan ketiga jihad di atas dengan sempurna.

Jihad terhadap orang kafir tidak mesti dilakukan dengan memerangi mereka secara fisik, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

“Berjihadlah melawan orang-orang musyrikin dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.” (Shahih: HR. Ahmad (III/124), an-Nasa-i (VI/7), dan al-Hakim (II/81), dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu)

Memerangi orang kafir tidak diperbolehkan sebelum dilakukan dakwah (mengajak) mereka untuk mengikuti ajaran Islam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah engkau perangi suatu kaum sampai engkau mendakwahkan mereka (untuk masuk ke dalam Islam).” (HR. Ahmad. Lihat Silsilah al-Ahaadiits as-Shahiihah no. 2641).

Disebutkan juga dalam sebuah hadits: “Tidaklah sekali-kali Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerangi mereka sehingga beliau berdakwah kepada mereka.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim)

Oleh karena itu, sangat tepat apa yang dikatakan oleh Syekh Thanthawy Al-Jauhari, “Orang-orang yang kurang mengerti menganggap bahwa jihad itu tidak lain kecuali memerangi orang kafir. Sekali-kali tidak! Para ulama yang benar-benar memahami agama telah menetapkan, jihad itu tidak terbatas hanya memerangi musuh, tetapi mengandung arti dan tujuan yang sangat luas. Memajukan pertukangan, kerajian, pertanian, membangun negeri, membina akhlak dan meninggikan martabat umat, itu semuanya termasuk jihad yang tidak kurang pentingnya dan mamfaatnya dibanding orang yang mengangkat senjata melawan musuh.”

Wallahu a’lam bishawab.

Sumber : Imamul Muslimin Yakhsyallah Mansur

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Fikih dalam kehidupan Sehari-hari dan Sumber Hukumnya

Buah Khuldi itu sebenarnya Buah Apa Sih? Ini Faktanya